Dikisahkan suatu ketika, Syaikh Saifuddin bin Falih Al-Mansuri diutus oleh Sultan Mansur Al-Qalawun, salah seorang Sultan dari kerajaan Mamluk, Mesir, untuk memberi hadiah kepada Raja Frank. Syaikh Saifuddin merupakan ulama yang cerdas, tak heran apabila Raja Frank begitu tertarik dengan beliau. Akhirnya Raja Frank menyarankan agar Syaikh Saifuddin tinggal lebih lama lagi di kerajaannya. Namun, Syaikh Saifuddin tetap bersikeras hendak kembali ke Mesir.
Raja Frank tak kehabisan ide, dia membujuk Syaikh Saifuddin dan berkata, "Apabila kau mau tinggal barang sejenak, aku akan mengeluarkan hadiah yang berharga."
Syaikh Saifuddin terdiam. Raja Frank memerintahkan ruangan untuk dikosongkan. Semua menteri dan pengawal bergegas keluar dari balai ruang Istana, meninggalkan mereka berdua. Raja Frank masuk ke dalam sebuah kamar dan kembali dengan membawa sebuah kotak yang terbuat dari emas. Sudah jelas, bahwa hadiah pusaka yang berada di dalam kotak itu merupakan barang yang sangat berharga, sehingga kotak terbuat dari emas yang memiliki harga selangit menjadi wadahnya.
Raja Frank segera membuka kota emas tersebut, ternyata di dalamnya terdapat sebuah lembaran surat yang tulisannya telah memudar. Dia berkata: "Ini adalah surat dari Nabimu yang dikirim kepada kakekku (Kaisar Heraklius). Kami mewarisinya turun temurun dan menyembunyikannya dari rakyat kami. Ayahku mengatakan kepada kami bahwa selama surat ini kami miliki, maka kekuasaan akan tetap berada di dalam genggaman kami."
Saudara, surat yang berisi sabda Kanjeng Nabi, Rasulullah Saw kepada Kaisar Heraklius yang notabene dia adalah orang kafir, apabila dirawat dan dijaga akan mendatangkan keberkahan seperti itu, lantas bagaimana dengan peninggalannya berupa Ulama yang mewarisinya. Tentunya lebih dari apa yang kita bisa bayangkan.
Pada zamannya Syekh Akbar Muhammad Daud Dahlan Ra pernah berkata, "Simpanlah kertas ZIS di dompet. Sebagai bukti bahwa kita telah menjalankan perintah Zakat di hadapan Allah, dan buat menjaga diri". Secara lahiriyah lembaran kertas memang tak ada artinya, tapi di baliknya terdapat ungkapan mahabbah dan ketaatan. Bertabaruk yang dilandasi hati yang mahabbah akan menjadi jalan kepada apa yang diinginkan. Hal tersebut telah dilakukan dan dialami oleh orang-orang Shalihin pada masa dahulu dan hasilnya benar-benar dirasakan.